Saturday, July 27, 2013

Dieng...Negeri di Awan - Part 2

Sejuknya udara Wonosobo membuat saya bersemangat menggendong Backpack yang lumayan berat, menyusuri jalan menuju ke alun - alun. Disana saya akan bertemu dengan seorang teman yang baru datang dari Bandung tadi malam. Hari ini kami akan menuju ke Dieng dengan menggunakan sepeda motor. Cukup lama kami menunggu Mas Mogel dan seorang teman lain yang asli Wonosobo. Ternyata salah satu motor yang akan kami gunakan harus masuk bengkel karena bannya bocor. Sambil menunggu kami bisa menikmati pemandangan alun- alun Wonosobo, yang terlihat seperti alun-alun pada umumnya, lapangan luas , beberapa pedagang dan anak - anak kecil yang terlihat gembira dengan sepedanya. Sekitar jam 11 pagi ( atau siang ya :) ) kami berangkat menuju Dieng.

O ya, saya mau cerita sedikit kenapa saya memasukkan Dieng ke dalam daftar traveling saya.
Sebelum bergabung dengan salah satu grup backpacker di dunia maya, pengetahuan saya tentang tempat - tempat indah di Indonesia masih sangat  minim, masih terbatas pada daerah tujuan wisata yang sudah terkenal. Dari grup inilah saya banyak mendapat informasi bahwa begitu banyak tempat - tempat eksotik di Indonesia yang salah satunya adalah Dieng. Maka mulailah saya googling mencari informasi tentang Dieng dan hasilnya saya bertekad kalau saya harus kesana, merasakan sensasi dataran tertinggi berpenghuni kedua di  dunia setelah Tibet!

Back to the story...
Dalam perjalanan menuju Dieng, kami singgah di Telaga Menjer yang terletak di desa Maron, sekitar 12 km dari kota Wonosobo. Danau yang dimanfaatkan sebagai PLTA ini memiliki pemandangan yang cukup indah. Sayangnya saat kami kesana cuaca kurang bersahabat sehingga kami tidak terlalu lama menghabiskan waktu disana, tapi kami masih sempat berkeliling danau menggunakan perahu yang disewakan.


Dari telaga Menjer kami melanjutkan perjalanan menuju Dieng. Sepanjang perjalanan saya disuguhi hamparan kebun teh dan perkebunan sayur mayur penduduk yang membuat mata jadi seger, apalagi di tambah udara dingin dan hujan yang mulai turun. Klop sudah :)
Gerimis sudah mulai berhenti ketika kami sampai di gardu pandang Tieng. Dari sini kita bisa menyaksikan kemegahan gunung Sindoro dari kejauhan. Tapi pada saat kami sampai disana gunung Sindoro masih terhalang kabut yang mulai turun. Kami beristirahat dan makan siang di satu- satunya warung makan di gardu pandang yang di design cukup unik, sehingga kita bisa langsung melihat ke arah gunung Sindoro. Ada yang spesial dari warung ini....yaitu mereka menyediakan selimut tebal yang boleh di pakai...hehehe...jadi pengen tidur bergulung selimut nih :r....hush...tidurnya nanti saja, sekarang waktunya makan...........
Ternyata makanan di sini lumayan enak. Saya mencoba opor enthog plus sambel gosrek lombok ijo...mantappp, sayapun langsung jatuh cinta sama si sambal ijo dan tanpa ragu saya memasukkan secentong nasi lagi ke piring yang sudah kosong. ....doyan apa laper tuh :D. Untuk yang belum tau, enthok itu masih sekeluarga sama bebek, ya mirip - mirip gitu deh. Saya juga mencoba kentang goreng ala Dieng yang ternyata berbeda dengan kentang goreng yang biasa saya makan. Disini kentang gorengnya di buat dari kentang segar yang langsung di iris dan di goreng. Meskipun tidak renyah tapi tetep enak. Di warung ini juga menyediakan " Purwaceng "minuman khas Dieng yang tersohor  karena konon berkhasiat sebagai viagra tradisional penambah stamina....anda mau coba? Silahkan datang ke Dieng :)


Kami beruntung karena tidak begitu lama cuaca cerah kembali dan nampaklah keanggunan gunung Sindoro. Kami tidak menyia-nyiakan kesempatan  itu, segera mengambil kamera dan beberapa foto cantikpun terekam di kamera.....benar-benar beruntung karena setelah itu kabut turun kembali dan pelan-pelan Gunung Sindoro mulai menghilang dari pandangan.


Makan sudah...ngopi sudah...ngemil sudah...yuk lanjut lagi....
Udara semakin dingin menjelang sore, kamipun melanjutkan perjalanan ke Dieng. Sepanjang jalan saya terkagum-kagum dengan pemandangan sekitar. Jalan berkelok - kelok , bukit -bukit hijau yang di dominasi tanaman kentang , rumah-rumah yang nampak kecil di lereng bukit... keindahan yang sulit di lukiskan dengan kata-kata, sampai saya harus meminta Mas Mogel untuk berhenti beberapa kali untuk memotret. FYI Dieng adalah salah satu daerah penghasil kentang terbaik di Indonesia. Di sini banyak petani kaya dari hasil menanam kentang.


Sekitar jam 4 sore kami tiba di Simpang Dieng, berhenti sebentar untuk membeli beberapa snack dan air minum. Saya lihat cukup banyak terdapat homestay di sekitar sini dan dari penampakannya saya yakin harganya juga tidak terlalu mahal. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Dieng akan menginap di daerah ini karena relatif dekat dengan obyek wisata utama.


Kami melanjutkan perjalanan menuju komplek candi Arjuna. Di sini terdapat lima candi yaitu Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi dan Candi Puntadewa . Komplek candi cukup tertata rapi dan di kelilingi lahan pertanian kentang, sayuran dan bunga-bungaan. Sebagai atraksi tambahan  kita bisa berfoto dengan karakter teletubbies dan tokoh raksasa dalam pewayangan. Cukup merogoh kocek 5 ribu rupiah untuk beberapa jepretan dengan kamera sendiri. 

\

Satu jam berada di tempat ini rasanya sudah cukup maka kami melanjutkan perjalanan menuju desa Sembungan yang merupakan desa terakhir yang kita jumpai sebelum trekking ke bukit Sikunir. Cuaca di daerah pegunungan memang sulit di tebak, sebentar panas, sebentar hujan dan kami cukup tidak beruntung karena hujan kembali turun sehingga kami basah kuyup ketika sampai di homestay.
Ternyata homestay kami terletak paling ujung dengan view yang cantik menghadap langsung ke telaga Cebong :)


Hujan tidak juga berhenti sampai malam jadi kami hanya berdiam diri di homestay sambil menghangatkan badan di depan anglo ( tungku perapian yang terbuat dari tanah liat dan di isi arang ). Selain untuk menghangatkan badan ternyata anglo mempunyai fungsi ganda malam itu...yaitu untuk mengeringkan kaos kaki dan sepatu yang basah terkena hujan tadi sore :)
Suhu udara di Dieng tergolong dingin berkisar antara 10 - 20 derajat celsius dan akan bertambah dingin di musim kemarau, bahkan pernah sampai minus 5 derajat celsius. bbbrrrrr.....kayak di dalam kulkas. Terus terang saya tidak berani menyentuh air dingin selama disana, untuk cuci muka pun saya harus merebus air dulu karena homestay kami tidak di lengkapi dengan water heater, jadi mandinya di tunda sampai besok saja :)
Sebelum tidur tidak lupa saya bersyukur karena malam ini saya diberi kesempatan untuk tidur di desa tertinggi di pulau Jawa :)
Bersambung......



No comments:

Post a Comment

Thanks for visiting my blog :)